Jumat, 06 April 2018

#NGAJISOSMED, CUKUPKAH?

Jika kita perhatikan, pertumbuhan sosial media tak lagi hanya bak rambutan yang hadir musiman, namun laksana udara yang tiap harinya mengisi sendi kehidupan. Anda boleh menafsirkan udara ini udara yang segar atau selainnya hehehe

Pembahasan yang penting mengenai sosmed selalu dikaitkan dengan dampaknya dalam kehidupan, tapi tak hanya itu kita sesungguhnya dihadapkan pada satu pembahasan penting lain yakni rasa cukup dengan adanya sosmed.
Pernahkah anda menjumpai pernyataan begini. "Aku sibuk wes, ga sempet ngaji ke masjid atau forum-forum begitu, lihat youtube aja dah bisa ngaji, lihat ustadz abdul somad" atau begini "udahlah hari gini ga usah dipersulit lah hidup, yang penting ada siraman rohani dari ustadz di TV tiap pagi"

Dunia maya seolah mampu mengalahkan dunia nyata. Lantas benarkah ngaji di dunia maya sudah mencukupi asupan nutrisi jiwa kita yang sering gersang dan galau ini?
Sejatinya menjadikan sosial media sebagai sarana mengkaji ilmu hukumnya boleh-boleh saja, namun ada hal-hal yang penting dipertimbangkan ketika diri merasa cukup sekedar menuntut ilmu (ngaji) lewat sosmed, yakni:
1. Karakteristik "ngaji" lewat sosmed adalah komunikasi satu arah. Kita biasanya hanya mampu menjadi penonton, tanpa berperan aktif. Sedangkan proses menuntut ilmu memerlukan komunikasi dua arah untuk memastikan pemahaman peserta dan memberi kesempatan peserta untuk bertanya.
2. ‎Sosial media tidak selalu berisi fakta, tapi juga hoax, ketika menemui suatu permasalahan, sosial media mungkin bisa membantu mendapatkan gambaran realita, tapi hanya permukaan tak mampu menjawab sisi mendalam dibaliknya.
3. ‎Filterisasi. Keterbatasan diri dalam menyaring informasi yang masuk acapkali bukannya menuntun kita semakin baik tapi justru kadang bisa menjerumuskan diri. Karenanya memang penting untuk berguru.
4. ‎Makna ngaji tidak hanya berhenti pada pemerolehan ilmu tapi juga pengamalan. Kita perlu sahabat taat yang konsisten mengingatkan, hal ini sulit didapat hanya lewat sosmed.


So, yang merasa cukup dengan #ngajisosmed yuk berpikir ulang. Pribadi taat tak bisa hadir hanya dari pembelajaraan via sosmed sesaat, tapi harus konsisten dan tak tersendat-sendat.
Jangan menyerah dengan lelah, 24 jam waktu yang Allah beri bukan waktu yang sedikit, kalaupun diberi 1000 jam sehari apa bisa jamin juga tidak hanya dihabiskan untuk urusan dunia? Jadi, bukan masalah waktunya, tapi kemauannya.
So, berilah waktu untuk agama, carilah sahabat taat bersama dan hadirlah dalam forum kajian yang nyata. Karena sekali lagi ingat kita hidup di DUNIA NYATA. 

 
WAKE UP!!!!


#yukngaji #islamkaffah 

ALLAHU AKBAR ATAS SEGALA MASALAH

Ustadz Adi Hidayat pernah berujar selama kita masih hidup tentu masalah selalu ada. Kalau mau tidak ada masalah, tidak usah hidup.
Tapi masalahnya kita tidak dapat menjamin masalah di alam akhirat nanti. Artinya? Masalah lagi hehe

Well, kita dihidupkan oleh Sang Pencipta dan ia pula yang telah menguji kita dengan merancang berbagai masalah. Akidah Islam telah menerangkan wajibnya beriman kepada Qodlo dan Qadar. Terujar dan tertancap dalam rukun iman yang kita imani. Ketetapan itu sudah dari sananya. Tidak ada kaitan dengan dosa dan pahala kita. Kita hanya perlu beriman. Mudah kan?
Jika sudah demikian
Kenapa kita harus mengeluh?
Kenapa kita harus meratapi nasib?
Kita sejatinya hanya bertanggungjawab atas sikap menghadapi masalah. Karena disinilah malaikat mengangkat pena nya. Mencatat sebagai pahala atau dosa.
Maka ketika ada masalah, hal yang penting dipahami adalah:
1. Ketahui masalah pasti ada dan menimpa setiap manusia
2. Ketahui Allah SWT yang menciptakan masalah dan ia juga yang punya solusi. Tugas kita hanya berikhtiar mengusahakan solusi terbaik sesuai syariatNya
3. ‎ALLAHU AKBAR. ALLAH MAHA BESAR. Tidak perlu lemah atas masalah yang sangat berat. Mudah bagi Allah untuk mengangkatnya. Bersabarlah.
Kalau sudah yakin semua dari Allah, untuk Allah dan kembali kepada Allah. Kita akan selalu siap menyikapi masalah yang hadir, siap berikhtiar dengan syariatNya. Jikapun harus mati ketika mengatasi masalah. Inilah kematian yang manis karena Allah ridho dengan cara-cara kita.
Indahnya menjadi muslim.
Indahnya husnudzon kepada Allah. "Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkara adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur maka yg demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar maka yg demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Rabu, 04 April 2018

INDONESIA DALAM PUSARAN PROSTITUSI

       

       Belakangan, warga Aceh tengah digemparkan dengan ditangkapnya seorang mucikari bersama tujuh pekerja seks komersial (PSK) dalam kasus prostitusi online di wilayah Aceh Besar pada Rabu (21/3) lalu. Ya.. Aceh yang dikenal sebagai kota yang menerapkan hukum persanksian Islam yang cukup ketat telah tercoreng namanya dengan adanya kasus ini. Namun tidak hanya sekali ini, masih di tahun yang sama sebulan yang lalu polisi juga meringkus pasangan suami istri yang terlibat dalam bisnis prostitusi online remaja dan anak-anak dibawah umur. Tidak hanya di Aceh, jika kita ketikkan saja keyword “prostitusi online” di laman pencarian, maka akan muncul banyak sekali berita terkait bisnis prostitusi online yang merebak di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan beberapa membentuk jaringan nasional.
Miris! para pelaku nyatanya bukan lah orang-orang yang selama ini distigmakan rendahan, melainkan banyak pula orang-orang intelek seperti mahasiswi dan pekerja kantoran. Yang lebih parah, mereka bukanlah korban yang tak sengaja terseret dalam kubangan lumpur hitam prostitusi, melainkan dengan kerelaan hati menyerahkan tubuhnya hanya demi setumpuk uang yang bernilai untuk membayar uang kos dan kredit motor. Wanita-wanita ini rela menjadi pelampias nafsu sesaat para lelaki hidung belang yang juga sejatinya bukan berasal dari kalangan rendahan, melainkan orang-orang intelek (mahasiswa) dan berwibawa (pejabat dan birokrat).
Nampaknya pesona wanita masih tak lekang oleh zaman, terlebih dengan keberadaan sosial media menjadikan wanita semakin eksis dalam menampakkan “perhiasan” dirinya. Kemolekan wanita inipun kemudian menarik perhatian pria dan dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk meraih keuntungan dibaliknya. Bisnis prostitusi menjadi bisnis yang semakin subur ditengah maraknya arus media sosial. Bisnis prostitusi yang awalnya dianggap sebagai bisnis kotor dan murahan, sekarang bertransformasi menjadi bisnis yang dianggap manis dan berkelas. Padahal, prostitusi dapat memunculkan berbagai masalah sosial di masyarakat, seperti aborsi, trafficking, perceraian sampai kepada penyebaran penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS.
Masalah prostitusi sejatinya bukan masalah baru yang dihadapi masyarakat zaman now. Prostitusi merupakan masalah yang sudah ada sejak lama, hanya saja ia berubah bentuk dan cara dengan lebih modern mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini pula yang menjadi tantangan berat pemerintah untuk mampu memberikan solusi terbaik untuk menumpas habis prostitusi baik offline maupun online yang merajalela di hampir seantero negeri.

BISNIS YANG TAK (MASIH) TAK BASI
            Kita tak memungkiri telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk menumpas habis praktik prostitusi di berbagai daerah. Mulai dari berbagai penggerebekan oleh kepolisian, sampai kepada upaya pemerintah daerah dengan melakukan pembubaran lokalisasi seperti lokaliasi Kalijodo di Jakarta yang kemudian dialihfungsikan menjadi lokasi taman, perubahan eks lokalisasi Dolly di Surabaya menjadi salah satu pusat pemberdayaan ekonomi dan penutupan secara total Hotel Alexis di Jakarta yang menjadi pusat prostitusi kaum elit.
            Pertanyaan yang muncul, mengapa masih saja tetap banyak kasus prostitusi yang lagi dan lagi, tak pernah basi ditemukan di berbagai daerah? Belum cukupkah solusi yang pemerintah telah ambil selama ini? Sejatinya, permasalahan prostitusi merupakan buah dari adanya sekularisme dan kapitalisme yang merajalela. Sekularisme telah menjadikan manusia terjebak dalam urusan dunia dan mengesampingkan nilai agama dalam aktivitasnya. Wajar saja, agama tak dijadikan landasan berfikir, maka kerusakan perilaku lahir darinya.
Kapitalisme dengan asas kebermanfaatan juga menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan untuk meraih keuntungan, tak terkecuali tubuh perempuan yang dianggap bernilai tinggi. Ditambah lagi, rusaknya tatanan perekonomian Indonesia sebagai akibat dari kapitalisme ini telah menyebabkan seseorang menghalalkan segala cara demi meraih materi untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup.

ISLAM DAN PEMBERANTASAN PROSTITUSI YANG MENGAKAR
            Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah mampu menjadi problem solver, tak terkecuali permasalahan prostitusi. Solusi sistemik yang ditawarkan Islam menjadi pembeda solusi Islam dengan solusi pemerintah saat ini. Islam memandang permasalahan prostitusi tidak hanya sebatas masalah sosial, melainkan masalah cabang yang lahir dari berbagai permasalahan inti di berbagai sendi kehidupan lain. Oleh karenanya solusi yang datang dari Islam pun tidaklah solusi yang parsial.
            Islam menegaskan bahwa masalah prostitusi haruslah diatasi dengan solusi mulai dari ranah individu, masyarakat hingga negara. Individu didorong untuk menjadi individu yang bertakwa dengan memahami bahwa zina merupakan perbuatan dosa. Allah SWT berfirman “Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu perbuatan keji dan jalan yang amat buruk”. (Q.S Al- Isra: 32). Dukungan keluarga juga tak kalah penting dalam memahamkan anak-anaknya tentang keimanan dan ketundukan kepada aturan ALLAH SWT, sehingga akan terhindar dari kecenderungan berbuat maksiat.
Masyarakat pun harus berperan sebagai pengontrol. Masyarakat harus memiliki kesamaan pemikiran, perasaan dan peraturan tentang kemaksiatan terkhusus prostitusi. Masyarakat haruslah menjadi bagian dari orang-orang yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, sehingga akan tercipta keharmonisan sosial dan terhindar dari azab ALLAH atas negeri tersebut. Rasulullah SAW bersabda “Jika terlihat merebak zina dan riba di sebuah negeri, maka berarti mereka telah menghalalkan azab atas negeri itu” (HR. Al- Baihaqi).
            Hal yang tak kalah penting adalah peran negara dalam menerapkan hukum Islam atas pelaku zina. Pelaku zina yang jika ia pernah menikah dihukumi rajam sedangkan pelaku zina yang belum pernah menikah dihukumi dengan cambuk seratus kali. Tak hanya sanksi, negara juga harus mampu menutup kemungkinan segala hal yang menjadi penyebab masuknya seseorang dalam bisnis prostitusi, semisal pemenuhan kebutuhan dasar. Sehingga negara haruslah menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan pendidikan serta akses kesehatan yang menyeluruh dan gratis. Negara juga harus menutup segala pemicu seks bebas seperti pornografi dan bersikap politis dengan benar-benar membuat peraturan yang tegas mengharamkan prostitusi.
            Keseluruhan solusi ini takkan bisa diwujudkan tanpa adanya negara yang menerapkan aturan Islam secara total. Negara merupakan pengurus urusan rakyat, maka haruslah pula ia menjadi garda terdepan menangkal dan mengatasi segala bentuk kemaksiatan. Jika sudah demikian, prostitusi pasti hanya akan menjadi opsi basi yang takkan pernah ada lagi demi gengsi atau bahkan sesuap nasi.