Sabtu, 21 Juli 2018

KOMPARASI UJIAN

"Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya." (HR Muslim)
.
Kegembiraan dan kesusahan akan senantiasa menghampiri setiap orang. Keduanya adalah ujian. Sungguh sederhana deskripsi mukmin menurut Allah dalam dua aspek ini. Hanya saja sadarkah seringkali kita justru mendeskripsikan dg lebih rumit keadaan diri kita?

Sebuah komparasi. Inilah salah satu kekurangtepatan kita disaat dihadapkan aspek ini. Rumusnya sederhana. Bahagia + syukur = baik, susah + sabar = baik. Tapi sering kita bumbui dengan komparasi berlebih.

Sebagai contoh, ketika lulus ujian harusnya bahagia malah kecewa karena hasilnya tidak sebaik teman. Atau ketika ditimpa musibah harusnya sabar malah depresi karena merasa masalah tsb terlalu berat dibandingkan orang lain.

Islam itu sederhana. Sederhana jika kita memilih taat saja, sederhana jika kita lakukan saja sebagaimana petunjuk Allah.

Faktanya manusia sukanya sok tahu, sukanya mencari cari hikmah sendiri, parahnya lagi sukanya membuat standar sendiri. Melihat apa yang ada dibalik tembok saja belum tentu mampu, apalagi apa yang ada dibalik takdir dan syariat Allah.

Jikapun ingin berkomparasi, buatlah komparasi yang jika dilakukan justru dapat meningkatkan syukur dan sabar. Komparasi ini bisa diperoleh dg mudah yakni berkaca pada kehidupan tauladan kita. Siapa lagi kalau bukan Rasulullah SAW.

Ahh lagi lagi, Islam itu sederhana... Ga usah ribet-ribet lah ya...

Senin, 09 Juli 2018

JODOH KARYA




Alhamdulillah sabtu lalu saya berkesempatan mengikuti Training Kepenulisan dari Bu Asri, redaktur Radar Bogor sekaligus founder revowriter. Tak berbeda dgn kebanyakan penulis sebelummya yang pernah saya temui, beliau pun lebih banyak bercerita ttg hal yang mampu memotivasi kita untuk menulis. Kenapa harus fokus pada teknis, jika kita saja tak terbiasa menuangkan ide dalam tulisan? Padahal ini perkara substansi.
.
Memang perihal motivasi menjadi urgen jika menakar pada produktivitas penulis dalam menelurkan karya. Betapa tidak, kebuntuan ide, kesibukan rutinitas lain, bahkan perkara remeh kemalasan acapkali menjadi hantu yang membuat penulis menjauh.
.
Saya mungkin bisa merumuskan dua poin penting motivasi kuat yang mampu membangkitkan semangat menulis menurut Bu Asri:
1. Motivasi input. Ada sebuah ide dan kebenaran yang mesti kita bungkus dalam sebuah karya. Karena menulis adalah seni menyampaikan kebenaran. Beliau menekankan "orang berilmu harus menulis, jika tidak maka berarti kita membiarkan orang bodoh menyebarluaskan kesesatan".
Perihal kualitas akan bertambah seiring bertambahnya input pengetahuan dan latihan. Pohon yang kokoh mayoritas berumur 20 tahunan. Bersabarlah.
.
2. Motivasi output. Penulis kadang merasa resah dan tidak pede dengan karyanya. Padahal setiap penulis memiliki segmentasi penggemar, setiap karya pasti ada "jodoh" nya. Sebagaimana orang-orang yang pergi ke toko buku, apakah mereka melulu hanya menengok dan membeli buku best seller? Tidak juga kan?
.
Sebagai penutup, ada kalimat kunci yang juga tak kalah menggetarkan dari kalimat sebelumnya. Bahwa sejelek apapun hasil karya kita dimata pribadi, ketika kita berada dalam kaidah amal yang tepat dalam menulis yakni ikhlas menyampaikan kebenaran dan benar mengungkapkan fakta dan mensolusikan, maka itu sudah cukup. Jangan pernah mengingkari bahwa ada orang-orang yg berhijrah justru hanya karena satu kalimat ringan.
.
Mungkinkah itu kalimat anda??

Selasa, 03 Juli 2018

VIRAL DAN DAKWAH



Ada hal yang menarik ketika saya join dalam forum kepenulisan online sekitar sebulan yang lalu.  Saya mengamati profil picture grup WA tersebut yang bertuliskan "viralkanlah kebenaran bukan benarkan yang viral". Tentu ini bukan sesuatu yang biasa,  tapi bisa jadi menyinggung siapa saja yang selama ini sibuk menggunakan jemarinya untuk memposting sesuatu yang sekedar viral dan belum tentu benar.

Makna memviralkan kebenaran yang dimaksud juga bisa ditelusuri mendalam. Hati yang lembut seharusnya mampu peka akan tanggungjawab dakwah yang melekat dari diri muslim yang terpancar dari slogan tersebut. Karena slogan inipun terpancar dari firman Allah SWT:
.
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?" (QS. Fussilat 41: Ayat 33)

Kebenaran yang telah datang dan nampak tak selayaknya hanya mengendap, namun perlu diviralkan,  terlebih kepada saudara-saudari muslim yang justru masih terjebak dalam lingkaran kenistaan sekularisme. Inilah yang dinamakan dakwah.

Lantas apakah yang viral tidak melulu benar?  Tak mesti,  namun kehidupan sosial media tak bisa lagi kita pandang sebelah mata,  dalam satu kali klik ada dua kemungkinan yang terjadi,  dosa atau pahala yang mengalir.  Maka tak cukup sekedar masuk dalam lingkaran  viral - terkejut - komen - repost. Namun harus ada satu step yang tak boleh dilewatkan,  yakni analisis.

Analisis inilah kemudian mampu menjadikan yang sekedar viral menjadi pelajaran, pelajaran mampu menjadi bahan,  dan bahan mampu menjadi garapan, garapan dalam mengindera fakta sesungguhnya dan mengkajinya sesuai dengan sebagaimana Islam memandang. Hingga terciptalah sebuah ladang pahala melalui dakwah atas sesuatu yang viral tadi.  Keren kan?

Alhasil kita mampu ikut dalam arus memviralkan yang lain dari yang lain yakni memviralkan dakwah viral. Ga bingung kan guys.

NASIHAT QODLO DAN QADAR



Pernah ga sih berpikir kenapa iman kepada Qodlo dan Qadar menjadi pembahasan penting bahkan bagian dari rukun iman?
.
Secara pemaknaan, tidak diragukan kaum muslim telah memahami bahwa keimanan kepada qodlo dan qadar Allah artinya menuntut kita senantiasa meyakini segala sesuatu berasal dari Allah dan terjadi karena kehendak Allah.
.
Tapi secara praktik, tak bisa dipastikan bahwa seluruh muslim,  bahkan seorang teralim sekalipun mampu senantiasa kuat menjaga kualitas iman kepada qodlo dan qodar ini.
.
Pembahasan esensi imam kepada Qodlo dan qadar yang pernah saya ikuti masih saja menjadi pembahasan paling menempel dan membekas di hati saya. Saya bahkan saat itu berulang kali menangis setiap kali selesai ngaji masalah ini karena saya merasa amat jauh dari keimanan hakiki atas aspek qodlo dan qodar Allah. 

Kita bisa jadi pernah menyalahkan Allah atas keburukan yang menimpa, padahal bisa jadi ada kebaikan dibaliknya yang tidak bisa dilihat oleh manusia lemah, tergantung dan terbatas seperti kita ini. Mulai dari perkara paling simpel,  jerawat nagkring di wajah,  sampai kepada perkara besar kehilangan orang yang dicintai. Kita mudah sekali mengeluh,  kesal, tidak terima dan bahkan bisa sampai show up hingga di status WA atau IG.
Memang kita selalu diuji. Selalu diuji. Selalu diuji. Setiap hari kita selalu dihadapkan banyak perkara yang menguji iman kita pada aspek ini.
.
Kenapa sekarang saya kembali mengingat masalah ini.  Karena hari ini saya mampu belajar dari turunnya hujan. Hujan adalah rahmat. Tapi seringkah anda mendengar orang-orang yang mengeluhkan hujan, tidak ridho dg turunnya hujan?
Astagfirullah, begitu mudahnya manusia khilaf. Tapi begitu baiknya Allah masih membuka ruang ampunan.

Hanya saja bukankah manusia terbaik adalah manusia yang senantiasa memperbaiki diri? Maka jika kita amat sering bersikap demikian,  sudah saatnya kita mulai berubah dengan terus berusaha bersabar. Tukarlah keluhan dengan pikiran positif serta doa kepada Allah untuk mendatangkan kebaikan atas ujian tersebut.
.
Tulisan ini hanya sebuah pelajaran kecil untuk mudah-mudahan bisa menjadi renungan dan pengingat.
.
Karena..
.
Agama adalah nasihat (HR.  Muslim)