Belakangan,
warga Aceh tengah digemparkan dengan ditangkapnya seorang mucikari bersama
tujuh pekerja seks komersial (PSK) dalam kasus prostitusi online di wilayah Aceh Besar pada Rabu (21/3) lalu. Ya.. Aceh yang
dikenal sebagai kota yang menerapkan hukum persanksian Islam yang cukup ketat
telah tercoreng namanya dengan adanya kasus ini. Namun tidak hanya sekali ini,
masih di tahun yang sama sebulan yang lalu polisi juga meringkus pasangan suami
istri yang terlibat dalam bisnis prostitusi online remaja dan anak-anak dibawah
umur. Tidak hanya di Aceh, jika kita ketikkan saja keyword “prostitusi online”
di laman pencarian, maka akan muncul banyak sekali berita terkait bisnis
prostitusi online yang merebak di
berbagai daerah di Indonesia. Bahkan beberapa membentuk jaringan nasional.
Miris!
para pelaku nyatanya bukan lah orang-orang yang selama ini distigmakan rendahan,
melainkan banyak pula orang-orang intelek seperti mahasiswi dan pekerja
kantoran. Yang lebih parah, mereka bukanlah korban yang tak sengaja terseret
dalam kubangan lumpur hitam prostitusi, melainkan dengan kerelaan hati
menyerahkan tubuhnya hanya demi setumpuk uang yang bernilai untuk membayar uang
kos dan kredit motor. Wanita-wanita ini rela menjadi pelampias nafsu sesaat
para lelaki hidung belang yang juga sejatinya bukan berasal dari kalangan
rendahan, melainkan orang-orang intelek (mahasiswa) dan berwibawa (pejabat dan
birokrat).
Nampaknya
pesona wanita masih tak lekang oleh zaman, terlebih dengan keberadaan sosial
media menjadikan wanita semakin eksis dalam menampakkan “perhiasan” dirinya. Kemolekan
wanita inipun kemudian menarik perhatian pria dan dimanfaatkan oleh oknum tidak
bertanggungjawab untuk meraih keuntungan dibaliknya. Bisnis prostitusi menjadi bisnis
yang semakin subur ditengah maraknya arus media sosial. Bisnis prostitusi yang
awalnya dianggap sebagai bisnis kotor dan murahan, sekarang bertransformasi
menjadi bisnis yang dianggap manis dan berkelas. Padahal, prostitusi dapat
memunculkan berbagai masalah sosial di masyarakat, seperti aborsi, trafficking, perceraian sampai kepada
penyebaran penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS.
Masalah
prostitusi sejatinya bukan masalah baru yang dihadapi masyarakat zaman now. Prostitusi merupakan masalah yang
sudah ada sejak lama, hanya saja ia berubah bentuk dan cara dengan lebih modern
mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini pula yang menjadi tantangan berat
pemerintah untuk mampu memberikan solusi terbaik untuk menumpas habis
prostitusi baik offline maupun online yang merajalela di hampir
seantero negeri.
BISNIS
YANG TAK (MASIH) TAK BASI
Kita tak memungkiri telah banyak upaya
yang dilakukan pemerintah untuk menumpas habis praktik prostitusi di berbagai
daerah. Mulai dari berbagai penggerebekan oleh kepolisian, sampai kepada upaya
pemerintah daerah dengan melakukan pembubaran lokalisasi seperti lokaliasi Kalijodo
di Jakarta yang kemudian dialihfungsikan menjadi lokasi taman, perubahan eks
lokalisasi Dolly di Surabaya menjadi salah satu pusat pemberdayaan ekonomi dan penutupan
secara total Hotel Alexis di Jakarta yang menjadi pusat prostitusi kaum elit.
Pertanyaan yang muncul, mengapa
masih saja tetap banyak kasus prostitusi yang lagi dan lagi, tak pernah basi
ditemukan di berbagai daerah? Belum cukupkah solusi yang pemerintah telah ambil
selama ini? Sejatinya, permasalahan prostitusi merupakan buah dari adanya
sekularisme dan kapitalisme yang merajalela. Sekularisme telah menjadikan
manusia terjebak dalam urusan dunia dan mengesampingkan nilai agama dalam
aktivitasnya. Wajar saja, agama tak dijadikan landasan berfikir, maka kerusakan
perilaku lahir darinya.
Kapitalisme
dengan asas kebermanfaatan juga menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas
yang dapat diperjualbelikan untuk meraih keuntungan, tak terkecuali tubuh
perempuan yang dianggap bernilai tinggi. Ditambah lagi, rusaknya tatanan
perekonomian Indonesia sebagai akibat dari kapitalisme ini telah menyebabkan seseorang
menghalalkan segala cara demi meraih materi untuk memenuhi kebutuhan dan gaya
hidup.
ISLAM
DAN PEMBERANTASAN PROSTITUSI YANG MENGAKAR
Islam sebagai agama yang sempurna dan
paripurna telah mampu menjadi problem
solver, tak terkecuali permasalahan prostitusi. Solusi sistemik yang
ditawarkan Islam menjadi pembeda solusi Islam dengan solusi pemerintah saat ini.
Islam memandang permasalahan prostitusi tidak hanya sebatas masalah sosial,
melainkan masalah cabang yang lahir dari berbagai permasalahan inti di berbagai
sendi kehidupan lain. Oleh karenanya solusi yang datang dari Islam pun tidaklah
solusi yang parsial.
Islam menegaskan bahwa masalah prostitusi
haruslah diatasi dengan solusi mulai dari ranah individu, masyarakat hingga
negara. Individu didorong untuk menjadi individu yang bertakwa dengan memahami
bahwa zina merupakan perbuatan dosa. Allah SWT berfirman “Janganlah kalian
mendekati zina karena zina itu perbuatan keji dan jalan yang amat buruk”. (Q.S
Al- Isra: 32). Dukungan keluarga juga tak kalah penting dalam memahamkan
anak-anaknya tentang keimanan dan ketundukan kepada aturan ALLAH SWT, sehingga
akan terhindar dari kecenderungan berbuat maksiat.
Masyarakat
pun harus berperan sebagai pengontrol. Masyarakat harus memiliki kesamaan
pemikiran, perasaan dan peraturan tentang kemaksiatan terkhusus prostitusi. Masyarakat
haruslah menjadi bagian dari orang-orang yang menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, sehingga akan tercipta keharmonisan sosial dan terhindar
dari azab ALLAH atas negeri tersebut. Rasulullah SAW bersabda “Jika terlihat
merebak zina dan riba di sebuah negeri, maka berarti mereka telah menghalalkan
azab atas negeri itu” (HR. Al- Baihaqi).
Hal yang tak kalah penting adalah
peran negara dalam menerapkan hukum Islam atas pelaku zina. Pelaku zina yang
jika ia pernah menikah dihukumi rajam sedangkan pelaku zina yang belum pernah
menikah dihukumi dengan cambuk seratus kali. Tak hanya sanksi, negara juga
harus mampu menutup kemungkinan segala hal yang menjadi penyebab masuknya
seseorang dalam bisnis prostitusi, semisal pemenuhan kebutuhan dasar. Sehingga
negara haruslah menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan pendidikan serta
akses kesehatan yang menyeluruh dan gratis. Negara juga harus menutup segala
pemicu seks bebas seperti pornografi dan bersikap politis dengan benar-benar
membuat peraturan yang tegas mengharamkan prostitusi.
Keseluruhan solusi ini takkan bisa
diwujudkan tanpa adanya negara yang menerapkan aturan Islam secara total. Negara
merupakan pengurus urusan rakyat, maka haruslah pula ia menjadi garda terdepan
menangkal dan mengatasi segala bentuk kemaksiatan. Jika sudah demikian,
prostitusi pasti hanya akan menjadi opsi basi yang takkan pernah ada lagi demi gengsi
atau bahkan sesuap nasi.
0 komentar:
Posting Komentar